JAKARTA, AMIRARIAU.COM-Malaysia diakui masih terdepan dibanding Indonesia dalam penelitian atau riset industri kelapa sawit. Hasil riset terhadap kelapa sawit di Indonesia, seperti pengelolaan lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit masih sangat minim.
Padahal, total perkebunan kelapa sawit Indonesia yang ditanam di atas lahan gambut mencapai hampir 1 juta hektar.
Hal ini diungkapkan oleh Kompartemen Riset Lingkungan, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Bandung Sahari di Tanahmas Hotel, Sibu, Sarawak, Malaysia, Kamis (25/2/2016).
”Riset Indonesia di sawit sangat kurang, misalnya kita tertinggal dalam penelitian gambut. Kita tertinggal dalam intensitas dan jumlah penelitian kurang,” Bandung.
Malaysia, lanjut Bandung, menaruh perhatian tinggi terhadap riset di industri sawit. Proses riset berlangsung dalam perencanaan jangka panjang seperti yang dilakukan oleh Ahli Gambut asal Malaysia, Lulie Melling.
Lulie melakukan penelitian puluhan tahun terhadap lahan gambut sehingga berhasil memformulasikan solusi pengelolaan lahan gambut dari rawan kebakaran menjadi anti api dan mampu mendorong peningkatan produktivitas sawit. Perusahaan lokal Malaysia juga aktif melakukan penelitian.
”Lulie melakukan penelitian puluhan tahun. Dia tahu betul dan bagaimana memberlakukan karakteristik gambut seperti apa. Kita ini memiliki jumlah lahan gambut lebih luas dari Malaysia, seharusnya perlu penelitian lebih luas,” tambahnya, sebagaimana dilansir detikFinance.
Dari hasil riset itu, Malaysia mampu memformulasikan berbagai terobosan seperti lahan gambut tidak terbakar meski saat musim kemarau. Ada juga hasil riset pemanfaatan kanal kebun kelapa sawit di area Woodman, Miri untuk angkutan pembawa Tandan Buah Segar (TBS) sawit.
Selain itu, hasil riset tersebut mampu membuktikan produktivitas kelapa sawit di Malaysia untuk lahan gambut dua kali lebih tinggi daripada Indonesia.
”Teknologi pengerasan tanah gambut itu sebetulnya sederhana namun kita jarang terapkan. Kalau pengerasan memberikan hasil signifikan, yakni gambut tidak mudah terbakar,” sebutnya.
Industri sawit Indonesia sangat membutuhkan hasil riset yang aplikatif. Alhasil, Bandung mengakui kini industri sawit bisa terbantu dengan kehadiran Crude Palm Oil (CPO) Supporting Fund (CSF) alias dana ‘celengan’ sawit yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP).
Dana tersebut nantinya diharapkan bisa merangsang universitas dan ahli di bidang perkebunan sawit untuk aktif dalam melakukan penelitian.
”Kita perlu bantuan peneliti Indonesia untuk kembangkan produksi dan naikkan produktivitas naik. Dengan dana iuran sawit itu, riset bisa dibiayai,” tambahnya. (ee)
(f: detikFinance)