JAKARTA, AMIRARIAU.COM-Desakan sebagian pegiat HAM untuk menghapuskan hukuman mati di Indonesia dijawab tegas oleh Mahkamah Agung (MA). Menurut lembaga pengadilan tertinggi di Indonesia itu, hukuman mati belum saatnya dihapus.
Hal itu dituangkan dalam pertimbangan peninjauan kembali (PK) terpidana mati WN Prancis Serge Atlaoui dan WN Belanda Nicolas Garnick Josephus Garardus. Kedua gembong narkoba itu meminta hukuman matinya dianulir karena alasan HAM.
”Bahwa masih sebagian besar negara di dunia yang membenarkan dan melegalkan pidana mati dalam sistem hukum nasionalnya, termasuk di Indonesia. Bahwa untuk sekarang Indonesia belum waktunya untuk menghapuskan ancaman pidana mati dalam sistem hukum nasionalnya,” demikian pertimbangan MA yang dikutip detikcom dari website MA, Jumat (26/2/2016).
Pertimbangan itu dibuat oleh ketua majelis hakim agung Dr Artidjo Alkostar dengan anggota hakim agung Prof Dr Surya Jaya dan hakim agung Dr Suhadi. Dalam permohonan PK-nya, Serge dan Nicolas mengiba bahwa seharusnya mereka diberikan kesempatan kedua untuk memperbaiki hidupnya di dalam penjara.
Menurut Serge dan Nicolas, manusia diciptakan Tuhan untuk dapat hidup berdampingan dengan makhluk hidup lainnya yaitu memiliki akal sehat sehingga dapat berpikir dan melakuan hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh makhluk hidup lainnya. Namun setinggi apapun kemampuan manusia tetap tidak dapat melawan kekuasaan Tuhan, karenanya hak hidup dan mahkluk hidup termasuk hak hidup manusia hanya ada pada kekuasaan Tuhan selaku Pencipta.
”Hak hidup seorang manusia bukan berada pada kekuasaan manusia lainnya, tetapi berada pada kekuasaan Tuhan,” ujar Serge dan Nicolas.
Namun permohonan ini tidak menggoyahkan pendirian bangsa Indonesia. MA menyatakan bahwa hukuman mati tidaklah bertentangan dengan HAM, moral ataupun ketentuan Tuhan.
”Mengeksekusi mati pelaku tindak pidana sama sekali tidak melanggar UUD 1945, konstitusi maupun HAM sepanjang didasarkan pada putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat,” cetus majelis PK dengan suara bulat.
Siapakah Serge dan Nicolas? Mereka berdua dengan 7 orang lainnya dihukum mati karena membangun pabrik narkoba terbesar ketiga di Asia di Tangerang pada 2005. Lokasi pabrik ini sempat ditinjau langsung oleh Presiden SBY dengan bukti ribuan ton bahan baku dan 128 kg sabu siap pakai.
Tujuh orang yang dihukum mati di kasus itu adalah:
1. Benny Sudrajat alias Tandi Winardi
2. Iming Santoso alias Budhi Cipto
3. WN China Zhang Manquan
4. WN China Chen Hongxin
5. WN China Jian Yuxin
6. WN China Gan Chunyi
7. WN China Zhu Xuxiong
Benny yang juga Ketua ”Tangerang Nine” tidak kapok meski dihukum mati. Ia di LP Pasir Putih, Nusakambangan, tetap leluasa mengendalikan pembangunan pabrik narkoba di Pamulang, Cianjur dan Tamansari. Ia memanfaatkan dua anaknya yang masih bebas. Benny lalu diadili lagi oleh pengadilan dan karena sudah dihukum mati maka ia divonis nihil.
Serge sempat akan dieksekusi mati pada 2015 tetapi tiba-tiba Jaksa Agung Prasetyo menundanya.
Setelah proses eksekusi mati April 2015, Prasetyo tidak lagi melakukan eksekusi mati. Padahal puluhan gembong narkoba masuk dalam daftar terpidana mati, di antaranya malah mengendalikan narkoba dari dalam penjara. Saat ditemui usai rapat dengan Presiden Jokowi (25/2) kemarin, Prasetyo berdalih saat ini bukan waktu yang tepat untuk mengeksekusi mereka.
”Ya nanti kita lihat lah. Selama ini kita masih prioritaskan hal lain yang tentunya perlu diskalaprioritaskan, seperti perbaikan ekonomi,” kata Jaksa Agung M Prasetyo di Istana Negara, Jakarta, Kamis (25/2) kemarin. (ee)
(f: dtc)